Rabu, 01 September 2010

CERPEN YANG MENGHARUKAN

Kenalkan namaku Niar dan aku memiliki sebuah kisah yang memberikanku sebuah pengajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah yang hebat dan mengagumkan seperti dalam novel-novel, tetapi tetap bagiku ia adalah kisah yang jauh lebih mengharukan dari semua novel tersebut.

Ini adalah kisah ayah dan ibuku. Mereka di jodohkan oleh kedua orang tua mereka. Sebelum di nikahkan ibu dan ayahku di paksa untuk melakukan pendekatan. Pada awalnya caci maki antara mereka tak terelakkan tetapi pada akhirnya keajaiban cinta menjawab semuanya, Ayah ibuku di anugerahkan benih-benih cinta dan mereka telah menikah selama 13 tahun dengan di karuniai dua orang anak. Aku anak bungsu, dan masih duduk di bangku sma. Ibu bapakku hidup bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi ibu bapak yang sangat baik bagi aku dan kakakku, membimbing kami dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan.

Namun setelah aku menginjak pada usia 7 tahun dan kakakku 13 tahun rumah tangga ayah dan ibuku mulai goyah karena hadirnya orang ketiga. Ayah jarang lagi pulang ke rumah, setiap malam aku,kakak,dan Ibuku dengan setia menunggu. Hingga di suatu malam ayah pulang dalam keadaan mabuk berat, dengan penuh kesabaran ibu menanyakan mengapa kepulangan ayah selarut itu. Di hadapan aku dan kakakku ayah memukul ibu hingga dari bibir dan hidung ibu mengeluarkan darah kemudian ayah berlalu pergi meninggalkan rumah lagi. Sebagai seorang anak yang tak tahu apa-apa kami hanya bisa menangisi keadaan ibu. Kejadian itu hampir setiap hari berulang, ibu di pukuli terus menerus. Hingga suatu hari ibu tak tahan lagi dengan semua sikap dan perlakuan ayah kepada ibu, meski mungkin di hadapan Allah perceraian itu dosa. Ibu lebih memilih untuk dosa di banding sakit raga dan batin. Setelah perceraian ayah dan ibu, ayah dan ibu menyuruh kami untuk memilih, pilih ikut ayah atau ibu. Kami memilih untuk ikut ibu, diam-diam ayah memiliki istri baru. Ayah menikah lagi dengan seorang singleparent (Janda) beranak tiga, anak yang pertama seorang lelaki berumur 10 tahun,anak kedua seorang perempuan berumur 7 tahun seperti aku,dan yang ketiga seorang lelaki berumur 4 tahun. Semenjak pernikahan ayah itu, ayah memutuskan untuk membawa keluarga barunya ke Ambon dan menjalani usaha.Ayah tak lagi ada kabar, semenjak itu pula aku dan kakakku di besarkan oleh seorang Ibu, pada suatu ketika ibu bertemu dengan seorang pria. Pria yang suka meminum minuman keras tetapi entah mengapa ibu jatuh hati padanya,dan pria itu membalas cinta ibu. Meskipun masih kecil, tetapi aku ngerti kalau ibu itu lagi dekat dengan pria itu. Di malam yang dingin,sewaktu aku berada di pangkuan ibu. Ibu meminta izin kepada aku dan kakak, ibu ingin menikah lagi dengan seorang pria itu. Kami hanya setuju-setuju aja demi membuat hati ibu bahagia dan tidak terluka lagi akibat perlakuan ayah di masa yang silam.
Kami hidup bahagia dengan hadirnya sesosok ayah yang mulanya peminum berat karena nasihat dan kasih sayang ibu lambat laun ayah bisa berubah dan tak pernah lagi menyentuh minuman haram itu. Ayah tiri kami usianya jauh berbeda dengan ibu,ibu usianya 38 sedangkan ayah usianya 25 tahun. Aku teringat suatu hari ketika kami mengajak ibu untuk jalan-jalan,tetapi ibu menolak karena sebentar lagi ayah akan pulang dari kerja. Ayah kerja sebagai tukang jahit di Jakarta Tailor, Kata ibuku,”Ibu tak akan pernah meninggalkan ayahmu sendirian”. Perkara itu adalah prinsip ibuku, apapun yang terjadi sebagai seorang wanita kita wajib bersikap baik terhadap suami dan selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang wanita harus menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu. Menurut mereka, itu hanyalah lafaz janji pernikahan, omongan kosong belaka. Tapi Ibu tetap mempertahankan prinsipnya itu. Bertahun-tahun kemudian Ibu jatuh sakit. Ayahku tetap selalu setia merawat ibu selama Ibu sakit, ayah menyuapinya, bercerita segala hal dan membisikkan kata-kata cinta pada ibu. Ayahku tak pernah meninggalkannya,bahkan ayah rela berhari-hari tidak masuk kerja meski banyak kerja’an. Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum,”Kau tahu, mengapa ayahmu tak pernah meninggalkanku? Aku menggeleng, dan ibuku berkata, “Karena sewaktu Ibu sehat Ibu tak pernah meninggalkannya”

Itulah kisah cinta ayah dan Ibuku, mereka memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang tanggungjawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar